Post Terbaru

Ucapan Selamat yang Diajarkan dalam Sunnah untuk Hari Raya Idul Fitri



Hari raya Idul Fitri, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Lebaran, adalah momen yang penuh kebahagiaan bagi umat Islam di seluruh dunia. Di tengah sukacita tersebut, ada tradisi penting yang diajarkan dalam sunnah Nabi Muhammad SAW: mengucapkan selamat kepada sesama muslim. Namun, apa sebenarnya ucapan yang tepat untuk digunakan?

Salah satu ucapan yang diajarkan dalam sunnah adalah "Taqobbalallahu minna wa minkum" (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian). Riwayat ini berasal dari Jubair bin Nufair, yang menyatakan bahwa para sahabat Rasulullah SAW biasa saling mengucapkan selamat dengan ucapan ini ketika bertemu di hari raya. Imam Ahmad rahimahullah juga memberikan pandangan yang memperkuat kebiasaan ini, menyatakan bahwa tidak mengapa jika satu sama lain mengucapkan "Taqobbalallahu minna wa minkum" di hari raya.

فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.

Imam Ahmad rahimahullah berkata,

وَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ الرَّجُل لِلرَّجُلِ يَوْمَ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك

“Tidak mengapa (artinya: boleh-boleh saja) satu sama lain di hari raya ‘ied mengucapkan: Taqobbalallahu minna wa minka”.

Pendapat ini juga didukung oleh ulama lainnya seperti Harb, yang mengatakan bahwa Imam Ahmad membenarkan penggunaan ucapan ini. Bahkan, beberapa riwayat menyebutkan bahwa sahabat Nabi SAW, seperti Abu Umamah Al Bahili, secara rutin menggunakan ucapan ini ketika kembali dari shalat Idul Fitri.

وَقَالَ حَرْبٌ : سُئِلَ أَحْمَدُ عَنْ قَوْلِ النَّاسِ فِي الْعِيدَيْنِ تَقَبَّلَ اللَّهُ وَمِنْكُمْ .قَالَ : لَا بَأْسَ بِهِ ، يَرْوِيه أَهْلُ الشَّامِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قِيلَ : وَوَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ ؟ قَالَ : نَعَمْ .قِيلَ : فَلَا تُكْرَهُ أَنْ يُقَالَ هَذَا يَوْمَ الْعِيدِ .قَالَ : لَا

Salah seorang ulama, Harb mengatakan, “Imam Ahmad pernah ditanya mengenai apa yang mesti diucapkan di hari raya ‘ied (‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha), apakah dengan ucapan, ‘Taqobbalallahu minna wa minkum’?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak mengapa mengucapkan seperti itu.” Kisah tadi diriwayatkan oleh penduduk Syam dari Abu Umamah.

Meskipun demikian, ada juga riwayat yang menunjukkan bahwa beberapa ulama, seperti Malik bin Anas, tidak mengenal ucapan ini di Madinah. Namun, Imam Ahmad tetap membuka pintu kesempatan untuk menggunakan ucapan ini jika ada yang mengucapkannya padanya.

وَذَكَرَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي تَهْنِئَةِ الْعِيدِ أَحَادِيثَ ، مِنْهَا ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ زِيَادٍ ، قَالَ : كُنْت مَعَ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانُوا إذَا رَجَعُوا مِنْ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لَبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك .وَقَالَ أَحْمَدُ : إسْنَادُ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ إسْنَادٌ جَيِّدٌ

Ibnu ‘Aqil menceritakan beberapa hadits mengenai ucapan selamat di hari raya ‘ied. Di antara hadits tersebut adalah dari Muhammad bin Ziyad, ia berkata, “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya. Jika mereka kembali dari ‘ied (yakni shalat ‘ied, pen), satu sama lain di antara mereka mengucapkan, ‘Taqobbalallahu minna wa minka” Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad riwayat Abu Umamah ini jayyid.

‘Ali bin Tsabit berkata, “Aku pernah menanyakan pada Malik bin Anas sejak 35 tahun yang lalu.” Ia berkata, “Ucapan selamat semacam ini tidak dikenal di Madinah.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa meskipun tidak ada larangan menggunakan ucapan ini, tidak diwajibkan pula untuk mendahuluinya. Artinya, jika seseorang ingin mengucapkan selamat, itu adalah pilihan mereka, tetapi tidak dianggap sebagai suatu kewajiban.

“Adapun tentang ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied seperti sebagian orang mengatakan pada yang lainnya ketika berjumpa setelah shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka seperti ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi. Mereka biasa mengucapkan semacam itu dan para imam juga memberikan keringanan dalam melakukan hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya. Akan tetapi, Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan selamat padaku, aku akan membalasnya”. Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Dan sebenarnya bukan hanya beliau yang tidak suka melakukan semacam ini. Intinya, barangsiapa yang ingin mengucapkan selamat, maka ia memiliki qudwah (contoh). Dan barangsiapa yang meninggalkannya, ia pun memiliki qudwah (contoh).”

Selain itu, tidak ada ketentuan khusus untuk ucapan selamat di hari raya Idul Fitri. Selama ucapan tersebut tidak mengandung kesalahan atau dosa, maka semua ucapan selamat yang umum digunakan adalah diperbolehkan. 

Ulama seperti Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin memperbolehkan praktik saling berjabat tangan, berpelukan, dan mengucapkan selamat setelah shalat Idul Fitri, menganggapnya sebagai bentuk kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.

“Perbuatan itu semua dibolehkan. Karena orang-orang tidaklah menjadikannya sebagai ibadah dan bentuk pendekatan diri pada Allah. Ini hanyalah dilakukan dalam rangka ‘adat (kebiasaan), memuliakan dan penghormatan. Selama itu hanyalah adat (kebiasaan) yang tidak ada dalil yang melarangnya, maka itu asalnya boleh. Sebagaimana para ulama katakan, ‘Hukum asal segala sesuatu adalah boleh. Sedangkan ibadah itu terlarang dilakukan kecuali jika sudah ada petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya’” (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mengucapkan selamat di hari raya Idul Fitri, umat Islam memiliki kebebasan dalam memilih ucapan yang sesuai dengan kebiasaan dan keyakinan mereka. Yang terpenting adalah menjaga kesopanan, kehangatan, dan kebersamaan di antara sesama umat Islam dalam momen yang penuh berkah ini.

Taqobbalallahu minna wa minkum! Semoga Allah menerima amalan kita dan amalan kalian. Semoga Lebaran kali ini membawa kebahagiaan dan kedamaian bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia.


___________

Referensi:

[1] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379, 2/446. Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354) mengatakan bahwa sanad riwayat ini shahih.

[2] Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Darul Fikr, cetakan pertama, 1405, 2/250.

[3] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426, 24/253.

[4] Majmu’ Fatawa Rosail Ibni ‘Utsaimin, Asy Syamilah, 16/129.

[5] Majmu’ Fatawa Rosail Ibni ‘Utsaimin, 16/128.




Tidak ada komentar