Post Terbaru

Asbabul Wurud


A. Pengertian Asbabul Wurud

Secara etimologis, “asbabul wurud” merupakan susunan idhafah yang berasal dari kata asbab dan al-wurud. Kata“asbab” adalah bentuk jamak dari kata “sabab”. Menurut ahli bahasa diartikan dengan “al-habl” (tali), saluran yang artinya dijelaskan sebagai segala yang menghubungakan satu benda dengan benda lainnya sedangakan menurut istilah adalah :

كل شيء يتوصل به الى غا يته

“Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan”

Dan ada juga yang mendifinisikan dengan : suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa ada pengaruh apapun dalam hukum itu.

Sedangkan kata Wurud bisa berarti sampai, muncul, dan mengalir seperti :

الماء الذي يورد

“Air yang memancar atau air yang mengalir “[1]

Dengan demikian, secara sederhana asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya sesuatu. Karena istilah tersebut biasa dipakai dalam diskursus ilmu hadis, maka asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebab atau latar belakang (background) munculnya suatu hadis.

Menurut as-suyuthi, secara terminologi asbabul wurud diartikan sebagai berikut :

أنه ما يكون طريقا لتحديد المراد من الحديث من عموم أو حصوص أو إطلاق أوتقييد أونسخ أونحو ذالك.

Sesuatu yang menjadi thoriq (metode) untuk menentukan suatu Hadis yang bersifat umum, atau khusus, mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu Hadis.

Jika dilihat secara kritis, sebenarnya difinisi yang dikemukakan As-Suyuthi lebih mengacu kepada fungsi asbabu wurud al-Hadis, yakni untuk menentukan takhsis (pengkususan) dari yang ‘am (umum), membatasi yang mutlak, serta untuk menentukan ada tidaknya naskh mansukh dalam Hadis dan lain sebagainya.

Dengan demikian, nampaknya kurang tepat jika definisi itu dimaksudkan untuk merumuskan pengertian asbabul wurud menurut Said Agil Husin Munawwar untuk merumuskan pengertian asbabul wurud, perlu mengacu kepada pendapat hasbi ash-shiddiqie. Beliau mendefinisikan asbabul wurud sebagai berikut :

علم يعرف به السبب الذي ورد لأجله الحديث والزمان الذي جاء به

“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan masa-masa nabi SAW. Menuturkannya”.

Sementara itu, ada pula ulama’ yang memberikan definisi asbabul wurud, agak mirip dengan pengertian asbabun-nusul, yaitu :

ما ورد الحديث أيام وقوعه

“Sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang terjadi pada waktu Hadis itu disampaikan oleh nabi SAW.”

Dari ketiga definisi tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa asbabul wurud adalah konteks historisitas, baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan atau lainnya yang terjadi pada saat Hadis itu disampaikan oleh Nabi SAW. Ia dapat berfungsi sebagai pisau analisis untuk menentukan apakah Hadis itu bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, naskh atau mansukh dan lain sebagainya.

Dengan demikian, dalam perspektif ini mengetahui asbabul wurud bukanlah tujuan (ghayah), melainkan hanya sebagai sarana (washilah) untuk memperoleh ketepatan makna dalam memahami pesan moral suatu Hadis.[2]

B. Macam-macam Asbabul Wurud al-Hadits

Tentang asbaabul wuruudil hadist, Imam Muhammad Ibn Idris as-Syafi’i atau lebih dikenal dengan Imam As-Syafi’i, dalam kitabnya Ar-Risaalah mengingatkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, ada kalanya suatu hadist lahir karena Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal oleh para sahabat. Akan tetapi, dalam periwayatan (transmisi)-nya, si periwayat tidak menyampaikan hadis tersebut secara sempurna (misalkan, tidak menyebutkan pertanyaan yang melahirkan jawaban tersebut). Atau, hadist tersebut hanya diriwayatkan oleh orang yang hanya mendengar atau mengetahui jawaban Rasulullah tersebut. Namun ia tidak mengetahui masalah atau latarbelakang yang melatari jawaban Rasulullah pada hadist tersebut.

Kedua, ada kalanya Rasulullah menetapkan suatu ketentuan atas suatu masalah. Kemudian pada kesempatan lain, menyangkut masalah yang sama, beliau menetapkan pula suatu ketentuan yang tampaknya berbeda. Akan tetapi, sebagian orang tidak mengetahui peristiwa yang melatarinya dalam kesempatan berbeda itu, sehingga mengesankan ada ketidakkonsistensi atau bahkan pertentangan. Padahal sebenarnya bukanlah demikian.

Maka memahami matan hadist dengan memperhatikan asbaabul wuruud-nya, akan mendapatkan pemahaman yang minimal mendekati apa yang dimaksudkan Nabi saat mencetuskan hadist tersebut.[3]

C. Contoh-contohnya

1. Hadits yang mempunyai sebab disebutkan dalam hadits itu sendiri. Misalnya hadits tentang al-Quran turun dengan tujuh huruf (dialek).

صحيح البخاري – (ج 8 / ص 266) 2241 – حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْفُرْقَانِ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَؤُهَا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَنِيهَا وَكِدْتُ أَنْ أَعْجَلَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَمْهَلْتُهُ حَتَّى انْصَرَفَ ثُمَّ لَبَّبْتُهُ بِرِدَائِهِ فَجِئْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ هَذَا يَقْرَأُ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَأْتَنِيهَا فَقَالَ لِي أَرْسِلْهُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اقْرَأْ فَقَرَأَ قَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ ثُمَّ قَالَ لِي اقْرَأْ فَقَرَأْتُ فَقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ

Artinya:

“Abdullah bin Yusuf telah bercerita kepada saya, Malik telah menceritakan pada saya dari Ibn Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdur rahman bin Abdul Qari, dia berkata: “saya mendengar Umar bin Khathab berkata: “saya mendengar Hisyam bin Hakim bin Hisyam membaca surat al-Furqan dengan bacaan selain yang telah saya baca, padahal Rasulullah saw telah nenbacakan pada saya. Hampir saja saya bertindak terhadap Hisyam. Kemudia saya menunda tindakan saya sampai ia pulang ke rumahnya. Kemudian saya menyeret lengan bajunya untuk mendatangi Rasulullah saw bersamanya. Saya berkata pada Rasulullha saw : bahwa saya mendengar oarng ini membaca ayat yang bukan seperti yang dibacakan Rasulullah. Kemudian Nabi memerintahkan saya “lepaskan orang tersebut”. Kemudian Nabi merkata kepada Hisyam :”bacalah”. Hisyam pun membaca. Kemudian nabi bersabda:”sesungguhmya al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), maka bacalah mana yang mudah daripadanya”.

2. Hadits yang sebab tidak disebutkan dalam hadits tersebut tetapi disebutkan pada jalan (thuruq) hadits yang lain, misalnya : hadits yang menerangkan niat dan hijrah yang diriwayatkan oleh Umar ra.

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Artinya:

Saya mendengar Umar bin Khatthab berkata di atas mimbar: “saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut niatnya masing-masing. Maka barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan atau perempuan yang bakal dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang diniatkannya saja.”.

Asbabu’l Wurud dari hadits tersebut di atas ditemukan pada hadits dibawah ini, yang artinya:

Az-Zubair bin Bakkar mengatakan di dalam kitab Akhbar al-Madinah , bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu al-Hasan, dari Muhammad ibn Talhah ibnu Abdur Rahman dari Musa ibnu Nuhammad ibnu Ibrahim ibn al Harits, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, sahaba-sahabatnya terserang penyakit demam di Madinah. Kemudian datanglah seorang laki-laki, lalu ia mengawini seorang perempuan muhajirah. Kemudian Rasulullah saw duduk di atas mimbarnya dan bersabda: “Hai manusia, sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut niatnya –sebanyak tiga kali-. Maka barangsiapa yang niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti dia berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang niat hijrahnya karena duniawi, maka dia akan mencarinya; atau karena wanita, maka dia akan melamarnya. Maka sesungguhnya hijrah seseorang itu hanyalah kepada apa yang dia niatkan dalam hijrahnya.”

Namun ada pula matan hadits yang timbul tanpa Sabab al Wurud atau timbul dengan sendirinya. Sebagaimana contoh:

عَنْ عَمْرو بْنِ عَوْفٍ اْلأَنْصَارِى رَضِى اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلأَنْصَارِذَاتَ يَوْمٍ: أَبْشِرُوا وَأَمِّـلُوا مَايَسُرُّكُمْ ، فَوَاللهِ مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلَكِنِّى أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَـا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَـافَسُوا كَمَا تَنَـافَسُوهَا ، فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ(

Artinya:

Dari ‘Amru Bin ‘Auf Al Anshary, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada orang-orang Anshar pada suatu hari: Bergembiralah kamu sekalian, nescaya kamu akan mendapati apa yang kamu inginkan; Demi Allah, bukanlah kefakiran yang lebih aku takuti (menimpa) kamu, tetapi aku takut (kalau) dunia ini dibentangkan keatas kamu (diberi kekayaan dan dimurahkan rezeki) sebagaimana dia telah dibentangkan keatas orang-orang sebelum kamu; maka kamupun berlumba-lumba (mencari) nya dunia) sebagaimana mereka berlumba-lumba dengannya, lalu duniapun memusnahkan kamu sebagaimana dia memusnahkan mereka. (Muttafaq ‘Alaihi)[4]

D. Faktor Nabi Meriwayatkan Hadits

Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan latar belakang atau bagaimana sehingga Nabi, SAW bersabda dan bersikap dipetakan sebagaimana berikut:
al-bu’du al-mukhat}ibi (faktor yang muncul dari pribadi Nabi saw, sebagai pembicara)
al-bu’du al-mukhat}abi (faktor yang berkaitan dengan kondisi orang yang diajak berbicara)
al-bu’du az-zamani (aspek yang berkaitan dengan waktu atau masa di mana Nabi menyampaikan sabdanya)
al-bu’du al-makani (aspek yang berkaitan dengan tempat atau kondisi geografis di mana Nabi menyampaikan hadis).[5]

E. Fungsi asbabul wurud

Paling tidak ada enam fungsi asbabul wurud antara lain untuk:
Menentukan adanya adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
Membatasi pengertian hadits yang masih mutlak.
Men-tafshil (memerinci) hadits yang masih bersifat global.
Menentukan ada tidaknya nashikh mansukh dalam suatu hadits.
Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
Menjelaskan maksud suatu hadits yang masih musykil (sulit dipahami atau janggal)[6]

F. Faedah-Faedah Mengetahui Ilmu Asbabul Wurud Al-Hadits

Ada beberapa faedah dari mempelajari sebab-sebab keluarnya hadits adalah sebagai berikut:

1. Takhshish al-’ Am (Mengkhususkan yang Umum)
2. Taqyid al-Muthlaq (Membatasi yang Mutlak)
3. Tafshil al-Mujmal (Merinci Hal yang Masih Global)
4. Menentukan Perkara Naskh dan Menerangkan Mana Nasikh dan Mansukh
5. Memperjelas Hal yang Tidak Jelas
6. Untuk menolong memahami dan menafsirkan al-Hadits. Sebab sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan tentang sebab-sebab tentang terjadinya sesuatu itu merupakan sarana untuk mengetahui musabbab (akibat) yang ditimbulkannya.
7. Untuk mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syari’at (hukum).
8. menjelaskan kemusykilan dan menunjukan illat suatu hukum, dll.[7]

Maka, dengan memahami ilmu asbabul wurud al-hadits, kita dapat mengetahui dan memahami dengan mudah makna, pesan dan maksud yang terkandung dalam suatu hadits. Akan tetapi, tidak semua hadits memiliki asbabul wurud, seperti halnya tidak semua ayat al-Quran memiliki asbab an-Nuzul-nya.

G. Cara-Cara Mengetahui Sebab-Sebab Lahirnya Hadits

Cara mengetahui sebab wurudnya hadits hamper sama dengan cara mengetahui sebab nuzulnya al-quran, yaitu dengan melihat aspek riwayat atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadits.

Menurut As-suyuthi ada tiga metode dalam mengetahui asbabul wurud:
1. Dengan mengetahui sebab yang berupa ayat Al-Quran.
2. Sebab yang berupa hadits itu sendiri.
3. Sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.
Adapun sasaran dalam mempelajari ilmu ini adalah Setiap hadits yang secara tegas mempunyai asbabul wurud.[8]


catatan:

[1] Munzier Suparta, 2008 Ilmu Hadits Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 38-.39


[2] Munzier Suparta, 2008 Ilmu Hadits Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 09


[3] http://sepharonaldo.blogspot.com/2010/05/asbabul-wurud-al-hadits.html?zx=9d5909e453344ff2


[4] http://sepharonaldo.blogspot.com/2010/05/asbabul-wurud-al-hadits.html?zx=9d5909e453344ff2


[5] Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadis Paradigma Interkoneksi; Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis Nabi (Yogyakarta: Idea Press,2008), hlm. 31-32.


[6] Jalal ad-Din as-Suyuti, Asbab Wurud al-Hadis, hlm. 11.


[7] http://sepharonaldo.blogspot.com/2010/05/asbabul-wurud-al-hadits.html?zx=9d5909e453344ff2


[8] http://sepharonaldo.blogspot.com/2010/05/asbabul-wurud-al-hadits.html?zx=9d5909e453344ff2

[sumber: tahdits.wordpress.com]

Tidak ada komentar