Waktu IMSAK (Menahan Diri)


أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

 

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa." (Qs. Al-Baqarah : 187)

Keterrangan:
[115]. I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
__________________


Mengenai turunnya ayat ini terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut:


a. Para shahabat Nabi SAW menganggap bahwa makan, minum dan menggauli istrinya pada malam hari bulan Ramadhan, hanya boleh dilakukan sementara mereka belum tidur. Di antara mereka Qais bin Shirmah dan Umar bin Khaththab. Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar) merasa kepayahan setelah bekerja pada siang harinya. Karenanya setelah shalat Isya, ia tertidur, sehingga tidak makan dan minum hingga pagi. Adapun Umar bin Khaththab menggauli istrinya setelah tertidur pada malam hari bulan Ramadhan. Keesokan harinya ia menghadap kepada Nabi SAW untuk menerangkan hal itu. Maka turunlah ayat "Uhilla lakum lailatashshiamir rafatsu sampai atimmush shiyama ilal lail" (S. 2: 187)
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim dari Abdurrahman bin Abi Laila, yang bersumber dari Mu'adz bin Jabal. Hadits ini masyhur, artinya hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih kepada tiga orang atau lebih dan seterusnya. Walaupun ia tidak mendengar langsung dari Mu'adz bin Jabal, tapi mempunyai sumber lain yang memperkuatnya.) 


b. Seorang shahabat Nabi SAW tidak makan dan minum pada malam bulan Ramadhan, karena tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam itu ia tidak makan sama sekali, dan keesokan harinya ia berpuasa lagi. Seorang shahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tiba waktu berbuka puasa, meminta makanan kepada istrinya yang kebetulan belum tersedia. Ketika istrinya menyediakan makanan, karena lelahnya bekerja pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Setelah makanan tersedia, istrinya mendapatkan suaminya tertidur. Berkatalah ia: "Wahai, celakalah engkau." (Pada waktu itu ada anggapan bahwa apabila seseorang sudah tidur pada malam hari bulan puasa, tidak dibolehkan makan). Pada tengah hari keesokan harinya, Qais bin Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 187) sehingga gembiralah kaum Muslimin. 


c. Para shahabat Nabi SAW apabila tiba bulan Ramadhan tidak mendekati istrinya sebulan penuh. Akan tetapi terdapat di antaranya yang tidak dapat menahan nafsunya. Maka turunlah ayat " 'Alimal lahu annakum kuntum takhtanuna anfusakum fataba'alaikum wa'afa 'ankum sampai akhir ayat." 


(Diriwayatkan oleh Bukhari dari al-Barra.) 


d. Pada waktu itu ada anggapan bahwa pada bulan Ramadhan yang puasa haram makan, minum dan menggauli istrinya setelah tertidur malam hari sampai ia berbuka puasa keesokan harinya. Pada suatu ketika 'umar bin Khaththab pulang dari rumah Nabi SAW setelah larut malam. Ia menginginkan menggauli istrinya, tapi istrinya berkata: "Saya sudah tidur." 'Umar berkata: "Kau tidak tidur", dan ia pun menggaulinya. Demikian juga Ka'b berbuat seperti itu. Keesokan harinya 'umar menceritakan hal dirinya kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 187) dari awal sampai akhir ayat.

 
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Ka'b bin Malik, yang bersumber dari bapaknya.) 


e. Kata "minal fajri" dalam S. 2: 187 diturunkan berkenaan dengan orang-orang pada malam hari, mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam, apabila hendak puasa. Mereka makan dan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara ke dua tali itu, Maka turunlah ayat "minal fajri". Kemudian mereka mengerti bahwa khaithul abydlu minal khaitil aswadi itu tiada lain adalah siang dan malam. 


(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Sahl bin Sa'id.) 


f. Kata "wala tubasyiruhunna wa antum 'akifuna fil masajid" dalam S. 2: 187 tersebut di atas turun berkenaan dengan seorang shahabat yang keluar dari masjid untuk menggauli istrinya di saat ia sedang i'tikaf. 


(Diriwayatkan oleh ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.)

______________

Tafsir:

(Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa berkencan dengan istri-istrimu) maksudnya mencampuri mereka. Ayat ini turun menasakhkan hukum yang berlaku di masa permulaan Islam, berupa pengharaman mencampuri istri, begitu pula diharamkan makan minum setelah waktu Isyak. (Mereka itu pakaian bagi kamu dan kamu pakaian bagi mereka) kiasan bahwa mereka berdua saling bergantung dan saling membutuhkan. (Allah mengetahui bahwa kamu akan berkhianat pada) atau mengkhianati (dirimu) dengan melakukan jimak atau hubungan suami istri pada malam hari puasa. Hal itu pernah terjadi atas diri Umar dan sahabat lainnya, lalu ia segera memberitahukannya kepada Nabi saw., (maka Allah pun menerima tobatmu) yakni sebelum kamu bertobat (dan dimaafkan-Nya kamu. Maka sekarang) karena telah dihalalkan bagimu (campurilah mereka itu) (dan usahakanlah) atau carilah (apa-apa yang telah ditetapkan Allah bagimu) artinya apa yang telah diperbolehkan-Nya seperti bercampur atau mendapatkan anak (dan makan minumlah) sepanjang malam itu (hingga nyata) atau jelas (bagimu benang putih dari benang hitam berupa fajar sidik) sebagai penjelasan bagi benang putih, sedangkan penjelasan bagi benang hitam dibuang, yaitu berupa malam hari. Fajar itu tak ubahnya seperti warna putih bercampur warna hitam yang memanjang dengan dua buah garis berwarna putih dan hitam. (Kemudian sempurnakanlah puasa itu) dari waktu fajar (sampai malam) maksudnya masuknya malam dengan terbenamnya matahari (dan janganlah kamu campuri mereka) maksudnya istri-istri kamu itu (sedang kamu beriktikaf) atau bermukim dengan niat iktikaf (di dalam mesjid-mesjid) seorang yang beriktikaf dilarang keluar mesjid untuk mencampuri istrinya lalu kembali lagi. (Itulah) yakni hukum-hukum yang telah disebutkan tadi (larangan-larangan Allah) yang telah digariskan-Nya bagi hamba-hamba-Nya agar mereka tidak melanggarnya (maka janganlah kami mendekatinya). Kalimat itu lebih mengesankan dari kalimat "janganlah kamu melanggarnya" yang diucapkan pada ayat lain. (Demikianlah sebagaimana telah dinyatakan-Nya bagi kamu apa yang telah disebutkan itu (Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi manusia supaya mereka bertakwa) maksudnya menjauhi larangan-Nya. 

(Tafsir Jalalyn)

Tidak ada komentar