Kezaliman yang paling Besar
Dari Abdullah radhiyallahu anhu bahwa dia berkata :
لَمَّا نَزَلَتْ { الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ } قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ }
Artinya :
"Ketika turun ayat, "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik) (Al An'aam : 83) para sahabat bertanya, "Siapa diantara kita yang tidak berbuat zalim?" Maka Allah menurunkan ayat, "Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar (Luqman : 13)
Lafazh hadits yang menafsirkan surah Al An'aam adalah lafazh Bisyr (Ibnu Khalid Al Asykari), sedangkan lafazh Abu Walid dipaparkan oleh Imam Bukhari dalam kisah Luqman dengan lafazh "Siapakah diantara kita yang tidak menodai imannya dengan kezaliman?" Abu Nu'aim dalam riwayat dari jalur Sulaiman bin Harb dari Syu'bah menambahkan kalimat, <i>Fa Thaabat Anfusanaa</i> (Maka kami menjadi tenang) setelah firman Allah, "Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar."
Riwayat Syu'bah ini menunjukkan bahwa pernyataan tersebut menjadi sebab turunnya ayat lain dalam surah Luqman. Akan tetapi hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalur lain, yaitu dari Al A'massy (Sulaiman) yang disebutkan pada hadits bab ini. Adapun lafazh riwayat Jarir dan Syu'bah adalah <i>Maka mereka berkata, "Siapa diantara kita yang tidak menodai imannya dengan kezaliman?" Beliau berkata, "Bukan begitu, tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman..."</i>
Dalam riwayat Waqi' dari Syu'bah, <i>"beliau pun berkata, "Tidak seperti yang kalian kira"</i>.
Dalam hadits Isa bin Yunus, <i>"Maksudnya adalah syirik, apakah kalian tidak mendengar perkataan Luqman."</i>
Semua ini menjelaskan bahwa ayat yang ada dalam surah Luqman telah diketahui oleh mereka, maka Rasulullah pun memperingatkan mereka dengan ayat tersebut. Atau ada kemungkinan bahwa ayat itu diturunkan pada saat itu, kemudian Rasulullah menyampaikan dan memperingatkan mereka dengan ayat tersebut. Dari sini, maka kedua riwayat di atas dapat disatukan.
Al Khaththabi berkata, "Syirik menurut para sahabat lebih besar daripada kezaliman, maka mereka menafsirkan kata <i>Zhulmun</i> dengan selain syirik (perbuatan maksiat lainnya) dan mereka menanyakan tentang hal tersebut sehingga turunlah ayat ini. "Menurut hemat saya (Ibnu Hajar) mereka menafsirkan kata <i>Zhulmun</i> secara umum yaitu mencakup syirik dan perbuatan maksiat lainnya, hal itu juga sebagaimana yang dikehendaki oleh Imam Bukhari. Alasan mereka menafsirkannya secara umum adalah, karena kata tersebut dalam bentuk <i>nakirah</i> (indefinit) dan dalam konteks kalimat negatif.
<b>Keterangan Hadits</b>
<i>Walam Yalbisuu</i> (dan tidak mencampuradukkan)
Muhammad bin Ismail At Taimi dalam penjelasannya berkata, "Mencampuradukkan antara syirik dan iman tidak mungkin dapat dilaksanakan. Maka maksud dari ayat tersebut adalah, mereka tidak memiliki dua sifat secara bersamaan, yaitu kekafiran setelah keimanan atau keimanan itu sendiri." Mungkin pula mereka tidak menggabungkan antara keduanya, baik secara zahir maupun batin atau dengan kata lain tidak munafik. Inilah arti ayat yang paling tepat, oleh karena itu Imam Bukhari menyambungnya dengan bab Tanda-Tanda Orang Munafik." Hal ini menunjukkan kepandaiannya dalam merangkai kitab. Kemudian dalam sanad ini terdapat 3 golongan dari tabi'in dimana salah seorang dari mereka meriwayatkan dari yang lain, yaitu Al A'masy dari syaikhnya, Ibrahim bin Yazid An Nakha'i dari pamannya Alqamah bin Qais An Nakha'i. Ketiga orang tersebut merupakan ahli fikih dari Kufah. Adapun yang dimaksud dengan Abdullah Ibnu Mas'ud, dan sanad ini merupakan sanad yang paling shahih.
Ada pelajaran penting yang daat diambil dari hadits ini, antara lain :
1. Menafsirkan nash secara umum, selama tidak ada nash yang mengkhususkannya.
2. Bentuk nakirah (indefinitif) dalam konteks kalimat menunjukkan arti umum.
3. Kata yang mempunyai arti lebih khusus (khas) mengganti posisi kata yang mempunyai arti umum.
4. Sebuah lafazh dapat diartikan berbeda dengan arti zahirnya dengan maksud untuk menghindari adanya pertentangan arti.
5. Perbuatan zalim bermacam-macam dan bertingkat-tingkat
6. Perbuatan maksiat tidak dikategorikan sebagai perbuatan syirik
7. Orang yang tidak berbuat syirik maka ia akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Apabila ada orang yang mengatakan, "Orang yang berbuat maksiat akan diadzab, lalu rasa aman dan petunjuk seperti apakah yang akan didapatnya?" Jawabannya adalah, bahwa yang dimaksud rasa aman di sini adalah tidak kekal di dalam neraka dan akan diberi petunjuk menuju surga.
Fatul Baari-Bab Iman, Hadits No. 32
Tidak ada komentar