Stop Menyebarkan Berita Perzinaan, Ini Alasannya
Dan tahukah anda ternyata dibalik maraknya pemberitaan kasus prostitusi semacam ini menimpulkan efek negatif yang cukup berbahaya. Terutama bagi psikologi anak-anak, kaum remaja dan mereka yang sedang dalam keadaan lemah imannya. Karena itu, Islam membuat aturan yang cukup ketat dan detail untuk menutup segala kemungkinan yang berpotensi mengarahkan seseroang kepada perbuatan zina. Tidak hanya dalam urusan ikhtilat (bercampurnya laki-laki dan perempuan) atau khalwat, tapi Islam juga mengatur bagaimana seharusnya pemberitaan yang tepat dalam kasus-kasus perzinaan yang ada.
Zina, Dosa Besar yang Paling Menjijikkan
Zina merupakan salah satu dosa besar yang paling keji dan buruk. Saking buruknya dosa ini, oleh syariat disebut dengan istilah fahisyah. Secara bahasa, kata fahisyahmerupakan sebutan terhadap sesuatu yang paling buruk dan menjijikkan. Setiap keburukan ada tingkatannya dan keburukan yang diistilahkan dengan fahisyah berada di atas semua keburukan tersebut. Kesimpulan ini disebutkan oleh Ar-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat fi Gharib al-Quran, 626, ia menjelaskan bahwa kata al-fahisyah adalah bentuk Perbuatan atau ucapan yang paling jelek.
Karena itu, kalau kita memperhatikan secara keseluruhan dalam al-Quran, dosa yang dijuluki sebagai fahisyah selalu ada kaitannya dengan perbuatan zina, lesbi, homo, dan bentuk-bentuk penyimpangan seksual lainnya. Sebagai contoh, Allah ta’ala berfirman tentang perilaku kaum Luth:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” (Qs al-A’raf: 80)
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (Qs an-Nisa’: 22)
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Qs al-Isra’: 32)
Maknanya, dosa zina atau penyimpangan seksual lainnya merupakan dosa yang paling menjijikkan dan membuat manusia normal enggan melihatnya apalagi melakukannya. Karena itu, ia disebut sebagai fahisyah; dosa yang paling menjijikkan.
Besarnya dosa zina tergambar melalui beragam ancaman yang Allah Ta’ala sebutkan bagi para pelaku zina. Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala sandingkan dosa ini dengan dosa syririk dan membunuh orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan orang orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina dan barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang orang yang bertaubat, dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 68-70)
Sementara balasan di dunia, para pelaku zina yang sudah menikah (muhshon) dihukum dengan cara dirajam sampai mati. Sedangkan yang belum menikah dihukum dengan cara didera 100 kali cambukan dan diasingkan dari kampung halamannya selama setahun. Tujuannya, selain memberikan efek jera bagi pelaku, juga diharapkan mampu meredam pengaruh negatif terhadap orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya. Baik itu melalui cerita-cerita pelaku ataupun gosip-gosip yang tersebar tentang dia.
Larangan Menyebarkan Berita Fahisyah
Karena ini pula dalam Al-Quran, Allah Ta’ala melarang siapa saja yang mendengarkan berita fahisyah agar tidak disebarkan kepada yang lain. Sebab, hal itu akan membawa pengaruh negatif terhadap orang-orang yang lemah imannya. Bahkan terhadap orang yang senang dengan tersebarnya berita tersebut, oleh Allah diancam dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” (QS. An-Nur: 19)
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir menuliskan bahwa ayat di atas merupakan pelajaran yang ketiga ditujukan kepada orang yang mendengar suatu perkataan yang buruk, lalu hatinya menanggapinya dan ingin membicarakannya. Maka janganlah ia banyak membicarakannya dan janganlah ia menyiarkan dan menyebarkan perkataan itu. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman, ‘Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih.’ Yakni mereka suka bila perkataan (berita) perbuatan yang keji itu tersiar dan menjadi pembicaraan orang-orang. (Tafsir Ibnu katsir, 6/30)
Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya Allah telah memberi peringatan berupa azab yang pedih di dunia dan akhirat terhadap orang yang hanya sekedar senang tersebarnya berita fahisyah. Padahal keinginan itu belum tentu diikuti oleh perkataan dan perbuatan, lalu bagaimana jika kemudian diikuti dengan perkataan dan perbuatan,” (Majmu’ Fatawa, 15/200)
Syaikh Al-Utsaimin menjelaskan bahwa maksud dari ‘menyukai penyebaran perbuatan keji (al-fahisyah) di kalangan orang-orang beriman’ meliputi dua makna:
Pertama: Menyukai al–fahisyah tersebar di tengah kaum muslimin. Terkait hal ini, seperti menyebarkan beragam film cabul dan surat kabar atau media lainnya yang jelek, jahat dan porno. media-media semacam ini, tak diragukan lagi, merupakan media yang menyukai penyebaran al-fahisyah di tengah masyarakat muslimin. mereka menghendaki timbulnya kerusakan agama pada diri seorang muslim melalui beragam media; televisi, koran, internet, majalah dan sebagainya.
Kedua, Menyukai al-fahisyah tersebar pada kalangan tertentu, bukan lingkup masyarakat Islam secara menyeluruh. Barangsiapa siapa menyukai al–fahisyah itu tersebar maka dia akan mendapatkan azab yang pedih di dunia maupun di akhirat. (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/598)
lalu bagaimana ukuran seseorang masuk dalam katagori yang dimaksudkan Allah dalam ayat di atas? Menjawab pertanyaan ini, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Khalid bin Mi’dan, ia berkata:
مَنْ حَدَّثَ بِمَا أَبْصَرَتْهُ عَيْنَاهُ، وَسَمِعَتْهُ أُذُنَاهُ، فَهُوَ مِنَ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا
“Siapa saja yang menyebarkan apa saja yang dilihat (Fahisyah) oleh kedua matanya, atau yang didengar oleh telinganya, maka dia termasuk orang-orang yang senang dengan tersebarnya perbuatan keji di antara orang-orang beriman.” (Adur al-Mansur, 10/703)
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad/324, dari Hassan bin Kuraib, perkataan Ali bin Abi Thalib:
الْقَائِلُ الْفَاحِشَةَ، وَالَّذِي يُشِيعُ بِهَا، فِي الإِثْمِ سَوَاءٌ
“Orang yang memperbincangkan fahisyah dan yang menyebarkan beritanya maka dosanya adalah sama.”
Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Ash-Shamt meriwayatkan dari seorang tabi’in, yaitu Syubail bin Aun ia berkata:
كَانَ يُقَالُ : مَنْ سَمِعَ بِفَاحِشَةٍ فَأَفْشَاهَا، فَهُوَ فِيهَا كَالَّذِي أَبْدَاهَا
“Biasa dikatakan, siapa saja yang menyebarkan berita fahisyah maka seakan dia yang memulainya,” (Al-Adab Al-Mufrad, 324)
Bahkan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Atha’, ia berkata dengan tegas:
مَنْ أَشَاعَ الْفَاحِشَةَ, فَعَلَيْهِ النَّكَالُ وَإِنْ كَانَ صَادِقًا
“Siapa saja yang menyebarkan berita fahisyah (zina atau penyimpangan seksual lainnya; Pent) maka dia seharusnya dihukum, meskipun berita yang disampaikannya benar.” (Adur al-Mansur, 10/703)
Salah satu di antara bentuk menyebarkan berita keji adalah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian media hari ini, baik yang cetak maupun yang daring. Yaitu dengan mengekspos perbuatan keji begitu detail. Dari mulai kronologinya, latar belakang orang-orang yang terlibat di dalamnya, sampai dengan tarif yang digunakannya. Semuanya ikut diperbincangkan dengan rinci. Berita ini pun akhirnya menjadi popular di sosial media. Semua orang tertarik memberi komentar dan nge-share berita tersebut. Parahnya, tidak sedikit yang menjadikannya bahan candaan dalam bentuk meme yang menjurus ke urusan seks.
Bila kita lihat penjelasan para ulama di atas, maka pemberitaan yang detail semacam ini termasuk katagori menyebarkan berita keji di tengah-tengah kaum muslimin. Walaupun memang berita itu nyata dan benar adanya. Sebab, melalui pemberitaan tersebut orang-orang yang lemah imannya akan terpengaruh untuk meniru atau minimal akan berfantasi dengan sesuatu yang berbau seksual. Sebab, kejahatan zina tidak seperti kejahatan membunuh atau mencuri, ia sangat mudah menular kepada yang lain. Karena itu, dia dianggap fahisyah (keji) tapi menggoda. Nah, Jika berita benar saja dilarang untuk disebarkan bagaimana dengan isu yang baru sebatas gosip dan belum jelas pembuktiannya.
Lalu bagaimana seharusnya sikap kita dalam menyikapi pemberitaan prostitusi semacam ini? Sebagai umat yang menjunjung tinggi norma-norma syariat Islam, kita tentu tidak perlu larut dengan pemberitaan media-media sekuler yang terus mengekspos secara vulgar dan rinci kasus prostitusi. Kita patut beristighfar dan memohon perlindungan kepada Allah agar kita dan orang-orang di sekitar kita dijauhkan dari dosa tersebut. Tidak perlu menyebarkan berita tersebut apalagi menjadikannya bahan candaan. Jika memang terpaksa harus mengabarkan fakta, maka cukup menyampaikannya sekedar untuk pelajaran dan memberi peringatan kepada saudara yang lain. Tidak perlu detail apalagi sampai harus memajang foto pelaku atau kronologi beserta dengan tarifnya. Wallahu a’lam bisowab
Post Comment
Tidak ada komentar