Post Terbaru

Asbabul Wurud (Thaharah) : Benda yang Tidak Boleh Digunakan untuk Beristinjak


Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dari 'Abdullah bin Mas'ud, dia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda,

لَا تَسْتَنْجُوا بِالرَّوْثِ، وَلَا بِالْعِظَامِ، فَإِنَّهُ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنَ الْجِنِّ

“Janganlah kalian beristinjak dengan kotoran binatang atau dengan tulang. Karena sesungguhnya ia adalah bekal saudara-saudara kalian dari bangsa Jin."

Sababul Wurud Hadits Ke-5:

Dikeluarkan oleh ath-Thabrani juga Abu Nu'aim dalam ad-Dala'il dari Ibnu Mas'ud, dia mengatakan: "Ketika kami bersama Rasulullah saw di Makkah, beliau sedang berada bersama beberapa orang shahabat beliau, saat itu beliau berkata: 'Hendaklah berdiri bersamaku satu orang laki-laki (dari kalian), [6] dan janganlah sekali-kali berdiri (bersamaku) seorang laki-laki yang di hatinya terdapat dusta seberat dzarrah.' (Dia berkata): "Maka aku berdiri bersama beliau, dan mengambil kantong air sedangkan aku tidak berpikir itu kecuali air. Lalu aku pun keluar (bersama Rasulullah saw) hingga tatkala kami berada di ujung Makkah aku melihat orang-orang yang sangat banyak berkumpul." (Dia berkata): "Maka Rasulullah saw menggariskan kepadaku sebuah garis, kemudian (beliau berkata): 'Berdirilah di sini hingga aku datang kepadamu.' (Dia berkata): "Maka aku pun berdiri dan (Rasulullah saw) pergi kepada mereka. Aku pun melihat mereka bergegas dengan cepat menuju kepada beliau." (Dia berkata): "Dan Rasulullah saw bergabung bersama mereka dalam (satu malam) yang panjang, (hingga) datanglah beliau kepadaku bersama fajar." Maka beliau berkata: 'Engkau masih berdiri di sini, wahai Ibnu Mas'ud?' Dia berkata: "Maka aku berkata kepada beliau: 'Wahai Rasulullah, bukankah engkau telah berkata kepadaku, 'berdirilah di sini sampai aku datang kepadamu?' Dia berkata: "Kemudian beliau berkata kepadaku: 'Apakah engkau mempunyai (air untuk) berwudhu?' Dia berkata: "Maka aku menjawab: 'Ya.' Lalu aku pun membuka kantong air. Ternyata itu adalah nabidz. Dia berkata: "Maka aku berkata kepada beliau: 'Wahai Rasulullah, demi Allah aku telah membawa kantong air, dan aku tidak mengiranya kecuali itu adalah air. Dan ternyata ia adalah nabidz.' Maka Rasulullah saw bersabda: 'Buah yang baik dan air yang suci.' Dia berkata: "Kemudian beliau wudhu dengannya. Maka ketika beliau berdiri dan shalat, dua orang dari mereka mengetahui beliau, dan keduanya berkata kepada Rasulullah saw: 'Wahai Rasulullah, kami menginginkan engkau mengimami kami dalam shalat kami.' Dia berkata: "Maka Rasulullah saw membariskan keduanya di belakang beliau, kemudian shalat bersama kami. Ketika keduanya telah pergi aku pun berkata kepada beliau:, 'Siapakah (mereka itu), wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: '(Mereka adalah) dua jin yang beruntung. Mereka datang kepadaku dalam perkara-perkara yang ada di antara mereka. Dan mereka telah bertanya kepadaku mengenai perbekalan mereka, dan aku telah memberi mereka bekal.' (Dia berkata): "Aku pun bertanya (kepada beliau, 'Lalu apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memberi mereka bekal, wahai Rasulullah?' Dia berkata: "Maka beliau bersabda, 'Aku telah) memberi mereka bekal.' Aku pun bertanya, "Lalu apa yang engaku bekalkan kepada mereka?" Beliau berkata: 'Ar-raj'ah (kotoran), dan apa yang mereka dapati dari kotoran hewan, mereka dapati (sebagai gandum), (dan apa yang didapati oleh mereka) dari tulang, mereka dapati sebagai pakaian.' (Dia berkata): "Dan saat itulah Rasulullah saw melarang bersuci dengan kotoran hewan dan tulang."

Tahqiq Ke 5

Hadits Ke-5:

At-Tirmidzi, Abwab ath-Thaharah, bab: Ma Ja'afi Karahiyati Ma Yustanja bih (Hal-hal yang Dimakruhkan untuk Beristinjak, (1/15)), at-Tirmidzi berkata: "Hadits ini diamalkan oleh ahli ilmu;"Hadits dikeluarkan oleh an-Nasa’i dalam kitab ath-Thaharah, bab: An-Nahyu 'an al-Istithabah bi al-'Azhmi 'anhu (Larangan Bersuci dengan Tulang, (1/35));Ad-Darami kitab ath-Thaharah, bab: an-Nahyu 'an al-Istinja' bi 'Azhm au Rauts (Larangan Beristinjak dengan Tulang dan Kotoran Binatang) (1/137), dari hadits Sahal bin Hanif dengan lafazh yang hampir serupa; dan Ahmad (3/336);Abu Dawud kitab ath-Thaharah, bab: Ma Yunha 'anhu an Yustanja bih (Hal-hal yang Dilarang Digunakan untuk Beristinjak, (1/9)), dari Jabir dengan lafazh yang berbeda, dan itu merupakan bagian dari hadits Ahmad dari 'Abdurrahman bin Yazid (5/439), dan dari hadits Sahal (3/487). Kotoran binatang disini adalah binatang yang mempunyai kuku. An-Nihayah (2/105).

Ram dan ramim: adalah tulang belulang yang sudah usang. Ia tidak boleh digunakan karena mungkin saja ia berasal dari bangkai maka ia najis, atau karena tulang tidak bisa menggantikan batu dalam keperatannya. Nihayah (2/105).

Penjelasan: Sababul Wurud Hadits Ke-5:

Hadits dengan lafazh Ahmad (1/459), dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (1/9:12), dengan lafazh yang hampir serupa. Juga al-Hakim dalam al-Mustadrak dengan tambahan: "Beliau menggaris dengan kaki beliau sebuah garis. Kemudian memerintahkanku untuk duduk di sana. Lalu beliau berangkat kemudian beliau berdiri dan mulai membaca al-Qur'an. Maka beliau dikerumuni orang-orang banyak yang menyebabkan aku dan beliau terpisah, sehingga aku tidak dapat mendengar suara beliau. Kemudian mereka pergi dan mulai terputus sebagaimana terputusnya awan dan mereka pergi, hingga tinggallah beberapa orang dari mereka. Rasulullah saw pun selesai bersamaan dengan terbitnya fajar, dan beranjak, maka beliau pun muncul kemudian mendatangiku seraya berkata, "Apa yang dilakukan orang-orang?" Aku pun berkata, "Itu mereka wahai Rasulullah." Maka beliau mengambil tulang dan kotoran binatang dan memberikannya kepada mereka -sebagai bekal- kemudian beliau melarang...," al-hadits. Al-Hakim tidak berkata apa-apa mengenai hal tersebut. Sementara adz-Dzahabi mengatakan: "Hadits shahih menurut jama'ah." Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abu Syaibah potongan dari itu (1/26).

Dikeluarkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath dan al-Kabir dari hadits az-Zubair bin al- Awam dengan lafazh yang berbeda. Al-Hatsami mengatakan: -Sanadnya hasan," Majma' az-Zawa'id (1/209-210).

Makna dari yatatsawarun: bergerak dengan sangat kuat. An-Nihayah (1138).

Nabidz: semacam minuman yang dibuat dari kurma, zabib (kismis atau buah anggur yang dikeringkan), madu, gandum, dan Iain-lain. Dikatakan nabidzat kurma dan anggur apabila dibiarkan berair agar menjadi nabidz. Maka objek berubah menjadi subjek dalam satu waktu. Intabadzat yaitu menjadi nabidz. Baik itu memabukkan atau tidak. Sebagaimana dikatakan khamr yang diperas dari anggur sebagai nabidz, dan sebagaimana nabidz yang juga disebut khamr, Nihayah (1/141). Ar-Raj'ah: adalah kotoran. Dikatakan raj'ah atau kepulangan karena ia pulang atau kembali dari keadaannya semula, setelah sebelumnya berupa makanan binatang. Nihayah (2/69).

Hadits tersebut mempunyai sebab lain, yang dikeluarkan oleh:

Muslim dalam kitab ath-Thaharah, bab: al-Istithabah -dengan lafazh miliknya-( 1/546).Juga Ibnu Majah, kitab ath-Thaharah wa Sunanuha, bab: Al-Istinja' bi al-Hijarah wa an-Nahyu 'an ar-Rauts wa ar-Rummah (Istinjak dengan Bebatuan dan Larangan Beristinjak dengan Kotoran Binatang dan Tulang Belulang, (1/115)), dari Salman, dia mengatakan bahwa dikatakan kepadanya: "Kalian telah diajarkan oleh nabi kalian segala sesuatu hingga al-khira'ah. Dia mengatakan: "Maka dia berkata: 'Ya, benar. Beliau telah melarang kami menghadap kiblat ketika berak atau kencing, juga beristinjak dengan tangan kanan, beristinjak dengan batu kurang dari tiga, atau beristinjak dengan kotoran hewan atau dengan tulang.' Al-khira'ah: tatacara berhadats. Lisan al-Arab (1/57).

Pendapat ulama mengenai kesucian nabidz:

Pertama. mereka berpendapat boleh bersuci dengan nabidz yang terbuat dari kurma apabila dalam perjalanan dan tidak mendapatkan air. Ini merupakan pendapat dari sekelompok shahabat. Di antaranya, Ali, Ibnu Mas'ud, dan Ibnu 'Abbas, semoga Allah merahmati mereka semua.

Termasuk yang berpendapat seperti itu adalah Imam Abu Hanifah.

Hujah mereka dengan pendapat tersebut adalah hadits ini dan yang dikeluarkan oleh Ibnu Abu Syaibah dalam bukunya dari 'Ikrimah. Dia mengatakan, "Nabidz adalah air wudhu bagi siapa yang tidak mendapatkan air." (1/26).

Kedua: pendapat Jumhur yang mengatakan tidak boleh wudhu dengan nabidz. Karena perubahan rasa air, dimana rasa kurmalah yang lebih dominan, maka makna air di sini terikat.

Mereka beralasan dengan firman Allah Ta'ala (yang artinya): "...Maka apabila kalian tidak menemukan air maka bertayamumlah kalian dengan debu yang suci..." Maka hukum air yang mutlak telah berpindah kepada debu. Maka barang-siapa yang memindahkannya ke nabidz telah menyelisihi al-Kitab. Mereka telah menyanggah dalil dari kelompok pertama dengan menunjukkan kecacatannya. Mereka mengatakan: "Hadits Ibnu Mas'ud diriwayatkan oleh Abu Fazarah dari Abu Zaid dari Ibnu Mas'ud. Sementara Abu Fazarah adalah tukang pembuat nabidz di Kufah, sedangkan Abu Zaid tidak diketahui.

Kemudian, sesungguhnya telah diriwayatkan dari Abu 'Ubaidah bin 'Abdullah yang menunjukkan bahwa 'Abdullah tidak bersama Rasulullah saw malam itu.

Hal itu yang diriwayatkan oleh ath-Thahawi dengan sanadnya, dari 'Umar bin Murrah, dia mengatakan: "Aku berkata kepada Abu 'Ubaidah, Apakah dahulu Ibnu Mas'ud bersama Rasulullah saw di Malam Jin?' Keduanya berkata: Tidak.'" Syarh Ma'ani al-Atsar (1/95).

Sementara yang diriwayatkan dari Abdullah, dia berkata: "Aku tidak bersama Rasulullah saw pada Malam Jin. Meskipun aku menginginkan bersama beliau pada waktu itu."

Sanggahan ini dijawab dengan sanggahan sebagai berikut:

Sebenarnya tuduhan cacat pada perawi adalah tidak benar, karena Abu Fazarah telah disebutkan oleh Muslim dalam ash-Shahih, maka tidak ada seseorang yang bisa mematahkannya. Sementara Abu Zaid, Sha'id telah berkata tentang dia bahwa dia adalah seorang zuhud dari kalangan para tabi'in dan dia adalah pelayan Amru bin Huraits yang mana dia terkenal sebagaimana pelayannya juga demikian, maka ketidaktahuan akan keadilannya tidak menodai riwayatnya. Lagi pula hadits ini telah diriwayatkan dari jalan-jalan lain selain jalan ini. Lihat jalan al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/503). Sementara adz-Dzahabi berkata mengenai hal itu: ini shahih menurut jamaah.

Sementara mengenai perkataan mereka bahwa Ibnu Mas'ud tidak bersama Rasulullah saw adalah disandarkan pada riwayat puteranya. Maka merupakan perkataan yang batil karena telah diriwayatkan dalam ash-Shahih bahwa Rasulullah saw meminta batu-batu untuk istinjak, maka Ibnu Mas'ud membawakan untuk beliau dua batu dan satu kotoran binatang. Maka beliau melempar kotoran bintang tersebut dan berkata: "Sesungguhnya ia najis atau raks."

Al-Bukhari dalam kitab al-Wudhu', bab: al-Istinja' bi al-Hijarah (Istinjak dengan Batu, (1/50));At-Tirmidzi dalam ath-Thaharah, bab: Ma Ja'a al-Istinja' bi la-Hajarain (Keterangan Mengenai Beristinjak dengan Dua Batu) (1/25);An-Nasa'i, kitab ath-Thaharah, bab: ar-Rukhshatu fi al-Istithabah bi al-Hajarain (Keringanan Beristinjak dengan Dua Batu, (1/36));Ahmad dalam al-Musnad (1/388, 418, 427, 450, 465), dan riwayat penafikan -hal ini- terkandung dalam keadaan pada waktu Rasulullah saw berbicara dengan jin.

Al-'Alamah 'Ala' ad-Din al-Kasani mengatakan: "Para syaikh berselisih mengenai boleh atau tidaknya mandi dengan nabidz dengan asal Abu Hanifah. Maka sebagian dari mereka berpendapat: "Tidak boleh. Karena hal yang boleh diketahui melalui nash, dan karena nash tersebut keluar berkenaan dengan wudhu bukan mandi. Maka yang boleh adalah sebatas apa yang ada pada nash." Sementara sebagian yang lain berpendapat: "Boleh, karena kesamaan pada keduanya dalam segi makna."

Dia berkata: "Suatu keharusan untuk mengetahui tafsir dari nabidz yang terbuat dari kurma yang diperselisihkan, yaitu dengan memasukkan sesuatu dari kurma ke dalam air, maka keluarlah rasa manisnya ke air." Dia mengatakan: "Ini adalah yang disebutkan oleh Ibnu Mas'ud dalam menafsiri nabidz yang digunakan wudhu oleh Rasulullah saw pada Malam Jin. Maka dia mengatakan: "Beberapa kurma dimasukkan ke dalam air, karena merupakan adat dari orang Arab memasukkan beberapa kurma ke dalam air yang diberi garam agar menjadi manis. Maka selama manisnya ringan atau encer maka dapat digunakan untuk berwudhu, menurut Abu Hanifah. Namun apabila manis lebih terasa, maka tidak boleh digunakan untuk berwudhu, tanpa diperselisihkan. Demikian pula apabila manisnya ringan namun telah mendidih dan menjadi lebih pekat serta mengeluarkan busa, karena ia menjadi memabukkan, dan sesuatu yang memabukkan adalah haram, maka tidak boleh wudhu dengannya." Lihat kembali Bada'i' ash-Shana'i' (1/116-119).

Hukum istinjak dengan tulang dengan adanya hadits-hadits ini:

Imam ath-Thahawi mengatakan: "Sebagian orang berpendapat tidak boleh beristinjak dengan tulang, dan menjadikan hukum beristinjak dengannya adalah seperti orang yang belum beristinjak. Mereka beralasan dengan atsar-atsar ini, hadits pada bab ini, dan hadits-hadits yang mirip seperti itu, yang dinukil dari jalan Abu Hurairah, Salman, dan Ruwaifa' bin Tsabit al-Anshari."

Dia mengatakan: "Sementara yang lain berbeda pendapat dengan mereka, dan mengatakan: Tidak dilarang untuk beristinjak dengan tulang bukan karena alasan istinjak dengannya tidak seperti istinjak dengan batu atau yang lainnya. Akan tetapi dilarang beristinjak dengannya karena itu telah dijadikan sebagai bekal para jin. Maka anak-anak Adam diperintahkan untuk tidak mengotorinya."' Lihat Syarh Ma'anial-Atsar (1/122).

__________________

Dalam kedua naskah: supaya berdiri dari kalian bersamaku seorang laki-laki.

Tidak ada komentar